Kisah Inpiratif : Kegagalan yang Menyelamatkanku



Kegagalan, adalah salah satu momok menakutkan bagi banyak orang. Kegagalan sering dikaitkan dengan seorang pecundang. Namun apakah benar, jika seseorang yang gagal dapat langsung di cap menjadi seorang pecundang ? Terserah anda dalam menilai hal tersebut. Baiklah, saya akan membagikan cerita saya tentang kegagalan yang menyelamatkan hidup saya.

Kegagalan yang saya maksudkan disini adalah kegagalan saya lolos dalan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN) 2016. SBMPTN adalah salah satu jalur ujian untuk dapat masuk ke perguruan tinggi negeri di Indonesia. Jadi, setiap siswa yang sudah menyelesaikan masa SMA nya kebanyakan akan mengikuti tes ini untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.

Saya sudah mempersiapkan diri sejak awal untuk dapat mengikuti tersebut dengan sebaik mungkin. Dan merasa "benar benar" berperang dengan semua soal yang akan diberikan. Pilihan saya saat itu adalah salah satu universitas di Yogyakarta, yaitu jurusan pertambangan dan perminyakan. Apa alasan milih jurusan tersebut ? Dengan pemikiran naif dan ambisius dalam diri saya, saya memilih jurusan tersebut karena masa depan materi. Ya, kita tau bekerja pada bidang tersebut biasanya akan menghasilkan hasil yang lebih dari cukup. Apakah salah berpikir seperti itu ? Iya dan tidak. Benar jika memang itu keinginan dan cocok kepribadian kita sendiri, tidak jika ternyata ada hal yang bertentangan dari diri kita dengan hal itu.

Sedikit mengenai diri saya, saya adalah seseorang yang tidak suka pekerjaan fisik, dan juga tidak suka menjadi orang "lapangan" . Ya intinya saya tidak suka pekerjaan fisiklah. Saya juga dari dahulu sudah menyukai hal hal tentang teknologi. Sejak kecil, saya sudah gemar memainkan laptop ayah saya, bukan hanya untuk bermain game, namun juga untuk belajar banyak hal baru.

Namun, ketika memilih jurusan, saya malah memilih jurusan yang benar benar bertolakbelakang dengan apa yang saya sukai. Dengan pemikiran yang sangat "naif" tersebut, saya nekad memilih jurusan tersebut.

Kita skip tentang cerita bagaimana saat ujian berlangsung, karena saya rasa semuanya pasti memiliki pengalaman serupa juga.

Saat pengumuman pun tiba, salah satu momen yang paling mendebarkan. Dan, bagaimana hasilnya ? Saya dinyatakan gagal dalam ujian tersebut. Apakah saya merasa gagal ? Lebih ! Lebih dari merasa gagal, saya merasa hancur, merasa saya adalah seorang pecundang besar. Saat itu saya bahkan tidak dapat berkata apa apa, hanya terdiam dan merasa diri ini sangat kosong.

[Hal yang menambah rasa pecundang saya semakin meningkat]

Selama masa persiapan ujian, ada satu teman saya yang belajar secara pribadi dengan saya, hampir setiap malam dia datang kerumah saya untuk belajar, dan dia tidak ada mengikuti bimbingan belajar apapun dalam mempersiapkan ujian tersebut, hanya belajar sendiri dan belajar dengan saya.

Apakah dia berhasil dalam ujian tersebut ? Ya, dia lulus. Dia masuk ke jurusan dan universitas yang di inginkannya. Yang membuat saya semakin merasa pecundang bukan karna dia lulus, jelas tidak, bukan itu alasannya. Yang membuat saya merasa semakin merasa pecundang adalah ketika dia mengetahui saya tidak lulus, dia datang kerumah saya dan dia yang memberikan kata kata penghiburan kepada saya karena saya GAGAL. Saya tidak marah atau protes ke dia, saya hanya benar benar marah dan merasa menjadi seorang pecundang kepada DIRI SAYA SENDIRI.

Selanjutnya, akhirnya saya mengikuti dua ujian lagi, yaitu ujian mandiri dan ujian masuk politeknik negeri. Saya mengikuti kedua ujian tersebut dengan setengah semangat, tidak bersungguh sungguh karena saya telah mencap diri saya sebagai seorang yang gagal. Saat ujian saja, saya hanya menjawab soal soal dengan setengah hati, kebanyakan yang saya lakukan adalah melihat peserta ujian lain di sekitar lain, dan saya berpikir, "Kami adalah kumpulan orang gagal, seorang pecundang tepatnya". Apakah saya yakin akan lulus ? Saya sendiri tidak tahu, karena saya seperti tidak memiliki pengharapan lagi saat itu.



Pengumuman tiba, dan ternyata saya lulus kedua ujian tersebut, yaitu pada jurusan Ilmu Komputer, dan jurusan Teknik Listrik. Saat paling membingungkan datang, saya menyenangi komputer, namun karena saya lulus lewat jalur mandiri, biaya yang di keluarkan tidaklah sedikit. Sedangkan, jurusan satunya, saya merasa biasa saja dengan jurusan tersebut, dan uang kuliahnya juga terjangkau. Akhirnya saya menyerahkan keputusan tersebut kepada orangtua saya dan menjelaskan konsekuensi dari kedua pilihan tersebut. Orangtua saya menyarankan saya untuk memilih pilihan pertama, saya meyakinkan bahwa biaya yang akan ditanggung tidak sedikit. Orangtua saya menjawab bahwa mereka akan berusaha untuk mencukupi biaya saya tersebut. Dan akhirnya saya memilih pilihan pertama.

Apakah saat itu saya sudah puas dan bersyukur dengan apa yang saya dapat? TIDAK!

Saya bertekad kembali untuk mengikuti ujian tahun depan namun sudah dengan jurusan yang saya minati. Mengapa saya mengikuti ujian lagi dengan jurusan yang berbeda dari awalnya ? Ya, karna saya di dalam setahun pertama kuliah, menyadari bahwa saya berada pada jurusan yang tepat, namun dengan pemikiran, saya harus mendapatkan universitas yang lebih baik dari ini. Itu sebabnya saya mengikuti ujian pada tahun berikutnya. Bagaimana dengan persiapan saya ? Saya mengikuti bimbingan belajar online karna waktu yang relatif (ya karna orangtua sebenarnya tidak mendukung keputusan saya untuk mengikuti ujian lagi, dan juga saat itu harus membagi waktu untuk kuliah).

Dan akhirnya saya mengikuti ujian tersebut, dan GAGAL lagi. Apakah saya kecewa ? Ya, tapi tidak terlalu kecewa seperti tahun lalu (kemungkinan karna kalau perasaan aman karna kalau gagal pun, tinggal melanjutkan kuliah yang sudah dijalani) . Namun, karna terbaginya fokus kuliah dengan belajar, indeks prestasi (IP) saya menurun 0,4. Orangtua saya sedikit 'marah' juga pada saya saat itu.

Akhirnya saya menerima kenyataan bahwa saya harus tetap di kota asal saya ini untuk melanjutkan pendidikan.

Trus, di mana kegagalan itu dapat menyelamatkan saya ?

Pertama, saya di selamatkan kegagalan tersebut dari "salah jurusan" . Saya sendiri tidak tau bagaimana saya akan menyesali ketika saya menyadari bahwa saya berada pada jurusan yang tidak saya minati. Memang benar bahwa salah jurusan bukan berarti masa depan hancur, namun setidaknya selama kuliah saya akan merasakan penderitaan dan penyesalan.

Kedua, akan saya lanjut di artikel berikutnya !

Related Posts

Kisah Inpiratif : Kegagalan yang Menyelamatkanku
4/ 5
Oleh

- Dilarang memberikan komentar berbau SARA, pornografi dan provokasi
- Dilarang menyematkan link aktif
- Berkomentarlah sesuai dengan isi konten
- Komentar akan kami respon secepatnya

Terima Kasih telah berkunjung